Banda Aceh – Keterlibatan kaum muda dalam pembentukan kebijakan–kebijakan perdamaian dinilai sangat minim. Pada umumnya, pemuda merasa belum dilibatkan secara aktif dalam pembangunan perdamaian.
Demikian laporan Aceh Youth Radio Program (AYRP) yang dirangkum dalam Youth View Report dari 8 Kabupaten/ Kota di Sigli, Bireuen, Lhokseumawe, Langsa, Takengon, Aceh Tamiang, Meulaboh, dan Aceh Barat Daya menyatakan pemuda tidak dilibatkan dalam berbagai aktivitas pembangunan perdamaian. Meskipun MoU Helsinki mengamanatkan hal itu, namun pemuda belum merasakan dampak positif langsung dari kesepakatan itu.
Disamping itu, para pemuda di daerah mengkhawatirkan kelangsungan perdamaian di Aceh. Kekhawatiran itu didasari belum sempurnanya proses reintegrasi, rekonsiliasi, dan kompensasi. Dikatakannya, faktor –faktor itu yang sering memicu ketegangan antar kelompok dan kejahatan yang menggunakan kekerasan. “ Dari laporan ini, diketahui para pemuda sangat mengkhawatirkan keberlangsungan perdamaian di Aceh,” ujar Bahrul Wijaksana Manager Officer AYRP di Banda Aceh, Jumat (17/10).
Pemaparan AYRP mengenai tanggapan pemuda Aceh terhadap perdamaian di Aceh yang digelar di Sultan Hotel Banda Aceh, Jum’at (17/10) disambut baik oleh kalangan muda Aceh yang hadir dalam pemaparan laporan itu pagi tadi.
M Fauzan Febriansyah, mahasiswa Unsyiah Banda Aceh menyatakan pemerintah sering menutup mata terhadap keluhan dan permasalahan yang dihadapi pemuda Aceh. Kurangnya konsolidasi antara pemerintah dan pemuda semakin menambah ruang pemisah antara pembuat kebijakan dan masyarakat. Sayangnya, menurutnya masyarakat khususnya pemuda sebagai generasi penerus bangsa yang akan dirugikan.“ Saya pikir Pemerintah harus memberikan ruang–ruang diskusi yang besar bagi pemuda Aceh sehingga mampu menampung semua aspirasi dan potensinya,” kata Fauzan. [003]
( Dikutip Dari http://tgj.co.id/ )
Demikian laporan Aceh Youth Radio Program (AYRP) yang dirangkum dalam Youth View Report dari 8 Kabupaten/ Kota di Sigli, Bireuen, Lhokseumawe, Langsa, Takengon, Aceh Tamiang, Meulaboh, dan Aceh Barat Daya menyatakan pemuda tidak dilibatkan dalam berbagai aktivitas pembangunan perdamaian. Meskipun MoU Helsinki mengamanatkan hal itu, namun pemuda belum merasakan dampak positif langsung dari kesepakatan itu.
Disamping itu, para pemuda di daerah mengkhawatirkan kelangsungan perdamaian di Aceh. Kekhawatiran itu didasari belum sempurnanya proses reintegrasi, rekonsiliasi, dan kompensasi. Dikatakannya, faktor –faktor itu yang sering memicu ketegangan antar kelompok dan kejahatan yang menggunakan kekerasan. “ Dari laporan ini, diketahui para pemuda sangat mengkhawatirkan keberlangsungan perdamaian di Aceh,” ujar Bahrul Wijaksana Manager Officer AYRP di Banda Aceh, Jumat (17/10).
Pemaparan AYRP mengenai tanggapan pemuda Aceh terhadap perdamaian di Aceh yang digelar di Sultan Hotel Banda Aceh, Jum’at (17/10) disambut baik oleh kalangan muda Aceh yang hadir dalam pemaparan laporan itu pagi tadi.
M Fauzan Febriansyah, mahasiswa Unsyiah Banda Aceh menyatakan pemerintah sering menutup mata terhadap keluhan dan permasalahan yang dihadapi pemuda Aceh. Kurangnya konsolidasi antara pemerintah dan pemuda semakin menambah ruang pemisah antara pembuat kebijakan dan masyarakat. Sayangnya, menurutnya masyarakat khususnya pemuda sebagai generasi penerus bangsa yang akan dirugikan.“ Saya pikir Pemerintah harus memberikan ruang–ruang diskusi yang besar bagi pemuda Aceh sehingga mampu menampung semua aspirasi dan potensinya,” kata Fauzan. [003]
No comments:
Post a Comment