Wednesday, December 24, 2008

Membagi Makna Damai




Hari itu tanggal 04 December 2008, sekitar pukul 19.30 team AYRP yang telah tiba dikota Lhokseumawe bergegas menuju Warung Kopi Ule Kareng jalan Darussalam guna mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tujuan kedatangan nya di kota Petro Dollar itu yaitu Minum Kopi Bareng dan Share Listening Geundeurang Damee Programe. Apa kata mereka tentang Program geundeurang Damee dan Perdamaian di Nanggroe Aceh Darussalam, yuk kita ikuti cerita nya. Apa kata anak muda, khusus nya para cowok-cowok keren dari Aliansi BEM UNIMAL yang datang pada acara MKB itu.
  • Untuk Program Geundeurang Damee
Geundeurang Damee selaku program radio yang menyajikan informasi anak muda sangat berpotensi menciptakan inspirasi agar mampu bangkit dan belajar dari fenomena kehidupan yang sebenar nya ada namun tak pernah terlihat oleh masyarakat secara umum. Banyak hal yang dibicarakan dalam program geundeurang damaee tenyata luput dari jangkauan kita kaum muda, bahkan masyarakat "cetus seorang anak muda yang hadir pada acara MKB". Program Geundeurang Damee setidak nya telah membuka jalan bagi kaum muda untuk bersuara dan peduli akan situasi yang terjadi, ya meskipun jalan tersebut tidak seefektif yang diharapkan karena cakupan waktu yang sangat minim. Kedepan mereka mengharapkan agar waktu dari pemutaran program lebih diperpanjang terlebih untuk talkshow 30 menit.
  • Untuk kata DAMAI dan Perdamaian ACEH
Damai menurut mereka kaula muda Lhokseumawe memilki banyak makna. Aceh jika dikatakan damai dari konflik bersenjata memang sudah cukup damai dan terwujud,namun jika kita membagikan lagi kata damai kedalam hal lain yaitu seperti ekonomi, pendidikan dan sosial, aceh masih belum Damai. Alasan mereka menyebut kan hal tersebut karena masih banyak nya penduduk miskin di Aceh, masih banyak nya anak-anak yang putus sekolah dan masih banyak nya tindakan kriminal yang terjadi pasca penandatangan MOU Helsinki tahun 2005.
Selain itu,pemuda Lhokseumawe mengakui bahwa apa yang mereka rasakan saat ini telah jauh lebih baik dibandingkan saat konflik dahulu. Dahulu, Lhokseumawe merupakan salah satu daerah dengan intensitas konflik tertinggi. Peserta diskusi di Lhokseumawe menilai bahwa konflik telah mengurangi kesempatan mereka berinteraksi dengan masyarakat lebih luas, berteman secara bebas atau beribadah. Konflik bahkan telah membuat mereka kehilangan saudara atau anggota keluarga mereka.Dalam diskusi, mereka mengakui bahwa Aceh saat ini lebih damai, situasi keamanan lebih terjaga, pelayanan-pelayanan masyarakat berjalan lebih baik. Situasi ini memungkinkan pemuda di Aceh untuk melakukan berbagai aktivitas mereka.Sayangnya setelah masa perdamaian ini pemuda seperti kehilangan identitasnya. Mereka sangat mengkhawatirkan kecenderungan pemuda di Lhokseumawe yang tidak lagi mengindahkan nilai, norma, akar budaya, dan prinsip-prinsip agama dalam pergaulannya. Jika dibandingkan dengan masa lalu, pemuda sekarang jauh lebih permisif terutama dalam relasi perempuan-laki-laki. Pengaruh media dan mempengaruhi gaya dan cara berpikir yang bergeser dari nilai budaya. Padahal nilai-nilai inilah yang membuat Aceh menjadi masyarakat yang kuat.

No comments: